Tafsit Tahlili Al qur’an Surah Al Fatihah
1. Teks ayat :
بِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (١)الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (٢)الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ (٣)مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (٤)إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ
نَسْتَعِينُ (٥)اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (٦)صِرَاطَ الَّذِينَ
أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ (٧)
1. Dengan menyebut nama Allah yang Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang.
2. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta
alam.
3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
4. Yang menguasai di hari Pembalasan.
5. Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan
hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan.
6. Tunjukilah Kami jalan yang lurus,
6. Tunjukilah Kami jalan yang lurus,
7. (yaitu) jalan orang-orang yang telah
Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan
(pula jalan) mereka yang sesat.
2.Mufrodat Al Ayat
{ الحمد } الثناء بالجميل على
جهة التعظيم
{ اللَّهِ } اسم علم للذات المقدسة لا يشاركه فيه غيره
،
{ رَبِّ } الربّ : مشتق من التربية وهي إصلاح شئون
الغير ورعاية أمره
{ العالمين } العالم : اسم جنس لا واحد له من لفظه
كالرهط ، وهو يشمل : الإنس والجن والملائكة والشياطين.
{ الدين } الجزاء ومنه الحديث ( كما تدين تُدان ) أي
كما تفعل تُجزى
{ نَعْبُدُ } قال الزمخشري : العبادة أقصى غاية الخضوع
والتذلل ولذلك لم تستعمل إلا في الخضوع لله تعالى لأنه مولي أعظم النعم فكان
حقيقاً بأقصى الخضوع
{ الصراط } الطريق
{ المستقيم } الذي لا عوج فيه ولا انحراف
{ آمين } أي استجب دعاءنا وهي ليست من القرآن الكريم
إجماعاً
3.Sebab Turun (Sabab An Nuzul)
Dalam hal ini, penulis tidak mendapatkan hadits shohih yang berhubungan
dengan sebab turunnya surat al fatihah, akan tetapi ada beberap hadits yang
disebutkan oleh syaikh Al waahidi an naisaburi dalam kitabnya Asbaabu An
nuzuul.[1] Diantaranya Sebagaimana diriwatkan oleh Ali bin Abi Tholib
mantu Rosulullah Muhammad saw: “Surat al-Fatihah turun di Mekah dari perbendaharaan di bawah ‘arsy’”[2] Begitu juga dalam Riwayat lain menyatakan,
Amr bin Shalih bertutur kepada kami:“Ayahku bertutur kepadaku, dari al-Kalbi,
dari Abu Salih, dari Ibnu Abbas, ia berkata: “Nabi berdiri di Mekah, lalu
beliau membaca, Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang, Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam. Kemudian orang-orang
Quraisy mengatakan, “Semoga Allah menghancurkan mulutmu (atau kalimat
senada).”[3] Waktu Turunnya Surat al-Fatihah Imam Ibnu Katsir rahimahullah
menjelaskan, bahwa surat al-Fatihah diturunkan di Mekah sebelum hijrah. Inilah
yang dipegang oleh Ibnu ‘Abbas, Qatadah, dan Abul ‘Aliyah. Sebagian ulama lain,
semacam Abu Hurairah, Mujahid, Atho’ bin Yasar, dan az-Zuhri, berpendapat bahwa
al-Fatihah turun di Madinah. Ada pula yang berpendapat bahwa ia turun dua kali,
sekali di Mekah dan sekali di Madinah. Namun, pendapat yang tepat adalah surat
ini diturunkan di Mekah. Sebagaimana firman Allah ta’ala (yang artinya),
“Sungguh telah Kami berikan kepadamu tujuh ayat yang diulang-ulang.” (QS.
Al-Hijr: 87). Karena surat al-Hijr ini turun di Mekah dengan kesepakatan para
ulama. [4]
4. Keutamaan Surat Al Fatihah
Surah al-Faatihah mempunyai beberapa keutamaan. Di
antara keutamaannya adalah sebagai berikut.
a) Surah yang Paling Agung di Dalam Al-Qur'an.
Dari Abu Sa’id bin al-Mu’alla radhiyallahu’anhu, beliau berkata: Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku, “Maukah aku ajarkan kepadamu
surat yang paling agung di dalam al-Qur’an, sebelum kamu keluar masjid?”. Lalu
beliau menggandeng tanganku, ketika kami hendak keluar aku berkata, “Wahai
Rasulullah! Tadi anda berkata: Aku akan mengajarkan kepadamu surat yang paling
agung dalam al-Qur’an?”. Beliau pun bersabda, “Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin
(surat al-Fatihah), itulah tujuh ayat yang diulang-ulang (as-Sab’u al-Matsani)
dan bacaan yang agung (al-Qur’an al-’Azhim) yang diberikan kepadaku.” [5]
b) Surah yang Paling Utama di Dalam Al-Qur'an An-Nasa'i dalam as-Sunan al-Kubra, Ibnu Hibban, al-Hakim, dan al-Baihaqi meriwayatkan dari Anas bin Malik, dia berkata, "Pada suatu hari Rasulullah dalam perjalanan. Kemudian beliau berhenti dan turun dari tunggangan beliau. Lalu seseorang turun dari tunggangannya juga untuk mendampingi beliau. Kemudian beliau bersabda, “Maukah engkau saya beritahu surah apa yang paling utama di dalam Al-Qur'an?' Lalu beliau membaca, "Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam." [6]
c) Rukun Sholat Dari ‘Ubadah bin ash-Shamit radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak sah sholat orang yang tidak membaca Fatihatul Kitab (surat al-Fatihah).” [7]
d) Bacaan Untuk Meruqyah Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu, beliau menceritakan bahwa suatu ketika sekelompok Sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berada dalam perjalanan. Kemudian mereka melewati sebuah kabilah arab. Mereka meminta disambut seperti layaknya tamu, tetapi permintaan itu ditolak oleh kabilah tersebut. Namun, setelah itu mereka bertanya, “Apakah diantara kalian ada yang pandai meruqyah? Karena pemimpin kabilah terkena sengatan binatang berbisa atau tertimpa musibah.” Salah seorang lelaki diantara rombongan pun berkata, “Iya.” Dia pun mendatanginya dan meruqyahnya dengan Fatihatul Kitab hingga sembuh. Setelah itu diberikanlah sejumlah kambing sebagai upah atasnya, tetapi orang itu enggan menerimanya. Dia mengatakan, “Tidak, sampai aku ceritakan hal ini kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Lalu dia pun menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan melaporkan hal itu kepada beliau. Dia berkata, “Wahai Rasulullah! Demi Allah, aku tidak meruqyah kecuali dengan Fatihatul Kitab (surat al-Fatihah) saja.” Beliau pun tersenyum seraya bersabda, “Darimana kamu tahu bahwa ia adalah ruqyah?”. Kemudian beliau memerintahkan, “Ambillah pemberian mereka, dan sisihkan juga jatahku bersama kalian.” [8]
b) Surah yang Paling Utama di Dalam Al-Qur'an An-Nasa'i dalam as-Sunan al-Kubra, Ibnu Hibban, al-Hakim, dan al-Baihaqi meriwayatkan dari Anas bin Malik, dia berkata, "Pada suatu hari Rasulullah dalam perjalanan. Kemudian beliau berhenti dan turun dari tunggangan beliau. Lalu seseorang turun dari tunggangannya juga untuk mendampingi beliau. Kemudian beliau bersabda, “Maukah engkau saya beritahu surah apa yang paling utama di dalam Al-Qur'an?' Lalu beliau membaca, "Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam." [6]
c) Rukun Sholat Dari ‘Ubadah bin ash-Shamit radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak sah sholat orang yang tidak membaca Fatihatul Kitab (surat al-Fatihah).” [7]
d) Bacaan Untuk Meruqyah Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu, beliau menceritakan bahwa suatu ketika sekelompok Sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berada dalam perjalanan. Kemudian mereka melewati sebuah kabilah arab. Mereka meminta disambut seperti layaknya tamu, tetapi permintaan itu ditolak oleh kabilah tersebut. Namun, setelah itu mereka bertanya, “Apakah diantara kalian ada yang pandai meruqyah? Karena pemimpin kabilah terkena sengatan binatang berbisa atau tertimpa musibah.” Salah seorang lelaki diantara rombongan pun berkata, “Iya.” Dia pun mendatanginya dan meruqyahnya dengan Fatihatul Kitab hingga sembuh. Setelah itu diberikanlah sejumlah kambing sebagai upah atasnya, tetapi orang itu enggan menerimanya. Dia mengatakan, “Tidak, sampai aku ceritakan hal ini kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Lalu dia pun menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan melaporkan hal itu kepada beliau. Dia berkata, “Wahai Rasulullah! Demi Allah, aku tidak meruqyah kecuali dengan Fatihatul Kitab (surat al-Fatihah) saja.” Beliau pun tersenyum seraya bersabda, “Darimana kamu tahu bahwa ia adalah ruqyah?”. Kemudian beliau memerintahkan, “Ambillah pemberian mereka, dan sisihkan juga jatahku bersama kalian.” [8]
e) Induk Ayat-Ayat al-Qur’an Dari Abu Hurairah
radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ummul
Qur’an itu adalah tujuh ayat yang sering diulang-ulang (as-Sab’u al-Matsani)
dan al-Qur’an al-’Azhim (bacaan yang agung”. [9] Syaikh Shalih al-Fauzan
hafizhahullah berkata, “Ia juga disebut dengan Ummul Qur’an/Induk al-Qur’an;
sebab induk dari sesuatu itu adalah pokok/sumber yang menjadi tempat kembali/rujukan
sesuatu tersebut. Makna-makna ayat al-Qur’an semuanya kembali kepada apa yang
terkandung di dalam surat ini.” (lihat Syarh Ba’dhu Fawa’id Surah al-Fatihah,
hal. 6 cet. Dar al-Imam Ahmad, lihat juga Fath al-Bari [8/181] cet. Dar
al-Hadits). Surah al-Faatihah disamping mengandung keutamaan yang banyak, juga
mempunyai nama nama lain. Di antara nama lain dari surah al-Faatihah adalah
sebagai berikut.
Ø al-Fatihah (pembuka); maksudnya adalah pembuka al-Kitab
Ø Ummul Kitab (induk al-Kitab)[10]
Ø Ummul Qur’an (induk al-Qur’an)
Ø al-Hamdu (pujian)
Ø ash-Sholah (pilar dalam sholat)
Ø ar-Ruqyah (bacaan untuk mengobati)
Ø Asas al-Qur’an
Ø al-Waqiyah (penjaga)
Ø al-Kafiyah (yang mencukupi) [11]
5.Munasabatul Al Ayat
Para ahli tafsir sebagaimana yang dikemukan oleh Imam
suyuthi melihat adanya keterkaitan antara nama-nama surah dengan isi atau
uraian yang dimuat dalam suatu surah. Kaitan antara nama surah dengan isi surat
al fatihah dapat kita indentifikasikan bahwa Nama diambil dari urgensi isi
serta kedudukan surah. Nama surah al-fatihah disebut dengan umm al-kitab karena
urgensinya dan disebut dengan al-Fatihah karena kedudukannya dan menempati pada
awal surat dalam al qur’an. Jika kita cermati lebih dalam, terdapat Hubungan
yang erat antar surat al-Baqarah dengan surat al-Fatihah. Pada awal surat
al-Baqarah tertulis “kitab al-Qur’an ini tidak ada keraguan di dalamnya. Pada
surat al-Fatihah tercantum kalimat “tunjukilah kami jalan yang lurus,”ini
berarti bahwa ketika mereka meminta “tunjukilah kami jalan yang lurus,” maka
Allah menjawab: jalan lurus yang kalian minta ini adalah al-Qur’an yang tidak
ada keraguan di dalamnya”.
6.Wujuh Al I’rob[12]
{ بِسمِ الله الرحمن الرَّحِيمِ
} الجار والمجرور في { بِسمِ الله } اختلف فيه النحويون
على وجهين
أ - مذهب البصريين : أنه في
موضع رفع ، لأنه خبر مبتدأ محذوف ، وتقديره
ابتدائي بسم الله
ب - مذهب الكوفيين : أنه في
موضع نصب بفعل مقدّر وتقديره : ابتدأتُ بسم الله
{ الحمد للَّهِ رَبِّ
العالمين } الحمدُ مبتدأ ولفظ الجلالة خبره تقديره : الحمد مستحق لله
{ رَبِّ العالمين } صفة ،
ومثله { الرحمن الرحيم } و { مالك يَوْمِ الدين } كلها صفات لاسم الجلالة
{ إِيَّاكَ نَعْبُدُ
وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ } إِيَّاكَ ; أنه
ضمير منفصل منصوب بالفعل بعده وأصله ( نعبدك ) و ( نستعينك ) فلما قُدّم الضمير
المتصل أصبح ضميراً منفصلاً ، والكاف للخطاب
{ اهدنا } فعل دعاء وهو يتعدى
إلى مفعولين المفعول الأول هو ضمير الجماعة ( ن ) في إهدنا ، و { الصراط } هو
المفعول الثاني
{ المستقيم } صفة للصراط ، و
{ صِرَاطَ } بدل من الصراط الأول
.
7. Penjelasan
Ayat
Dalam surat al
fatihah ini Allah mengajarkan dan sekaligus memerintahkan kepada hambanya untuk
memuji, memuliakan dan mengagungkan Allah subhanahu wa Ta’al. melalui
penyebutan Asma’ul husna milikNya yang sarat akan kandungan sifat sifat yang
maha sempurna. Dengan demikianlah seorang hamba menyampaikan rasa syukurnya
kepada pencipta alam semesta beserta isinya. Dalam surat al fatihah juga
mencakup penyebutan tempat kembalinya manusia, yaitu hari pembalasan. dan hanya
Allahlah yang berkuasa pada hari pembalasan ini. (iman kepada Hari kiamat).
Selain itu, juga berisi bimbingan bagi para hamba agar mereka tidak menyembah
dan beribadah melainkan hanya kepada Allah semata. Begitu pula dalam hal
memohon perlindungan dan pertolongan. Setelah hamba beribadah
kepada Allah, ayat selanjutnya berisi bimbingan agar hamba selalu memohon
hidayah dan petunjuk kepada jalanNya yang lurus. Yaitu islam dan sunnah Rasulullah
SAW. Serta tidak mengikuti jalan orang orang yang sesat dan dimurkai oleh Allah
Ta’ala. Penjelasan Kandungan ayat
Makna bacaan Basmalah بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Artinya: “Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang.” Maknanya; “Aku memulai bacaanku ini seraya meminta barokah dengan
menyebut seluruh nama Allah.” Meminta barokah kepada Allah artinya meminta
tambahan dan peningkatan amal kebaikan dan pahalanya. Barokah adalah milik
Allah. Allah memberikannya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Jadi barokah
bukanlah milik manusia, yang bisa mereka berikan kepada siapa saja yang mereka
kehendaki. [13] Allah adalah satu-satunya sesembahan yang berhak
diibadahi dengan disertai rasa cinta, takut dan harap. Segala bentuk ibadah
hanya boleh ditujukan kepada-Nya. Ar-Rahman dan Ar-Rahiim adalah dua nama Allah
di antara sekian banyak Asma’ul Husna yang dimiliki-Nya. Maknanya adalah Allah
memiliki kasih sayang yang begitu luas dan agung. Rahmat Allah meliputi segala
sesuatu. Akan tetapi Allah hanya melimpahkan rahmat-Nya yang sempurna kepada
hamba-hamba yang bertakwa dan mengikuti ajaran para Nabi dan Rasul. Mereka
inilah orang-orang yang akan mendapatkan rahmat yang mutlak yaitu rahmat yang
akan mengantarkan mereka menuju kebahagiaan abadi. Adapun orang yang tidak
bertakwa dan tidak mengikuti ajaran Nabi maka dia akan terhalangi mendapatkan rahmat
yang sempurna ini. [14]
Makna Ayat kedua الْحَمْدُ
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Artinya: “Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam.” Makna Alhamdu
adalah pujian kepada Allah karena sifat-sifat kesempurnaan-Nya. Dan juga karena
perbuatan-perbuatanNya yang tidak pernah lepas dari sifat memberikan karunia
atau menegakkan keadilan. Perbuatan Allah senantiasa mengandung hikmah yang
sempurna. Pujian yang diberikan oleh seorang hamba akan semakin bertambah
sempurna apabila diiringi dengan rasa cinta dan ketundukkan dalam dirinya
kepada Allah. Karena pujian semata yang tidak disertai dengan rasa cinta dan
ketundukkan bukanlah pujian yang sempurna. Makna dari kata Rabb adalah Murabbi
(yang mentarbiyah; pembimbing dan pemelihara).[15] Allahlah Zat yang memelihara
seluruh alam dengan berbagai macam bentuk tarbiyah. Allahlah yang menciptakan
mereka, memberikan rezeki kepada mereka, memberikan nikmat kepada mereka, baik
nikmat lahir maupun batin. Inilah bentuk tarbiyah umum yang meliputi seluruh
makhluk, yang baik maupun yang jahat. Adapun tarbiyah yang khusus hanya
diberikan Allah kepada para Nabi dan pengikut-pengikut mereka. Di samping
tarbiyah yang umum itu Allah juga memberikan kepada mereka tarbiyah yang khusus
yaitu dengan membimbing keimanan mereka dan menyempurnakannya. Selain itu,
Allah juga menolong mereka dengan menyingkirkan segala macam penghalang dan
rintangan yang akan menjauhkan mereka dari kebaikan dan kebahagiaan mereka yang
abadi. Allah memberikan kepada mereka berbagai kemudahan dan menjaga mereka
dari hal-hal yang dibenci oleh syariat. Dari sini kita mengetahui betapa besar
kebutuhan alam semesta ini kepada Rabbul ‘alamiin karena hanya Dialah yang
menguasai itu semua. Allah satu-satunya pengatur, pemberi hidayah dan Allah lah
Yang Maha kaya. Oleh sebab itu semua makhluk yang ada di langit dan di bumi ini
meminta kepada-Nya. Mereka semua meminta kepada-Nya, baik dengan ucapan
lisannya maupun dengan ekspresi dirinya. Kepada-Nya lah mereka mengadu dan
meminta tolong di saat-saat genting yang mereka alami. [16]
Makna Ayat ketiga الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ
Artinya: “Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” Ar-Rahman dan Ar-Rahiim
adalah nama Allah. Sebagaimana diyakini bahwa Allah memiliki nama-nama yang
terindah. Allah ta’ala berfirman, “Milik Allah nama-nama yang terindah, maka
berdo’alah kepada Allah dengan menyebutnya.” (QS. Al A’raaf: 180) Setiap nama
Allah mengandung sifat. Oleh sebab itu beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat
Allah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keimanan kepada Allah. Di
dalam ayat ini Allah menamai diri-Nya dengan Ar-Rahman dan Ar-Rahiim. Di
dalamnya terkandung sifat Rahmah (kasih sayang). Akan tetapi kasih sayang Allah
tidak serupa persis dengan kasih sayang makhluk.
Makna Ayat keempat مَالِكِ
يَوْمِ الدِّينِ
Artinya: “Yang Menguasai pada hari pembalasan.” Maalik adalah zat yang
memiliki kekuasaan atau penguasa. Penguasa itu berhak untuk memerintah dan
melarang orang-orang yang berada di bawah kekuasaannya. Dia juga yang berhak
untuk mengganjar pahala dan menjatuhkan hukuman kepada mereka. Dialah yang
berkuasa untuk mengatur segala sesuatu yang berada di bawah kekuasaannya
menurut kehendaknya sendiri. Bagian awal ayat ini boleh dibaca Maalik (dengan
memanjangkan mim) atau Malik (dengan memendekkan mim). Maalik maknanya penguasa
atau pemilik. Sedangkan Malik maknanya raja. Yaumid diin adalah hari kiamat.
Disebut sebagai hari pembalasan karena pada saat itu seluruh umat manusia akan
menerima balasan amal baik maupun buruk yang mereka kerjakan sewaktu di dunia.
Pada hari itulah tampak dengan sangat jelas bagi manusia kemahakuasaan Allah
terhadap seluruh makhluk-Nya. Pada saat itu akan tampak sekali kesempurnaan
dari sifat adil dan hikmah yang dimiliki Allah. Pada saat itu seluruh raja dan
penguasa yang dahulunya berkuasa di alam dunia sudah turun dari jabatannya.
Hanya tinggal Allah sajalah yang berkuasa. Pada saat itu semuanya setara, baik
rakyat maupun rajanya, budak maupun orang merdeka. Mereka semua tunduk di bawah
kemuliaan dan kebesaran-Nya. Mereka semua menantikan pembalasan yang akan
diberikan oleh-Nya. Mereka sangat mengharapkan pahala kebaikan dari-Nya. Dan
mereka sungguh sangat khawatir terhadap siksa dan hukuman yang akan dijatuhkan
oleh-Nya. Oleh karena itu di dalam ayat ini hari pembalasan itu disebutkan
secara khusus. Allah adalah penguasa hari pembalasan. Meskipun sebenarnya Allah
jugalah penguasa atas seluruh hari yang ada. Allah tidak hanya berkuasa atas
hari kiamat atau hari pembalasan saja. [17]
Makna Ayat Kelima إِيَّاكَ
نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Artinya: “Hanya kepada-Mu lah Kami beribadah dan hanya kepada-Mu lah Kami
meminta pertolongan.” Maknanya: “Kami hanya menujukan ibadah dan isti’anah
(permintaan tolong) kepada-Mu.” Di dalam ayat ini objek kalimat yaitu Iyyaaka
diletakkan di depan. Padahal asalnya adalah na’buduka yang artinya Kami
menyembah-Mu. Dengan mendahulukan objek kalimat yang seharusnya di belakang
menunjukkan adanya pembatasan dan pengkhususan. Artinya ibadah hanya boleh
ditujukan kepada Allah. Tidak boleh menujukan ibadah kepada selain-Nya.
Sehingga makna dari ayat ini adalah, ‘Kami menyembah-Mu dan kami tidak
menyembah selain-Mu. Kami meminta tolong kepada-Mu dan kami tidak meminta
tolong kepada selain-Mu.[18] Ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai dan
diridhai oleh Allah. Ibadah bisa berupa perkataan maupun perbuatan. Ibadah itu
ada yang tampak dan ada juga yang tersembunyi. Kecintaan dan ridha Allah
terhadap sesuatu bisa dilihat dari perintah dan larangan-Nya. Apabila Allah
memerintahkan sesuatu maka sesuatu itu dicintai dan diridai-Nya. Dan
sebaliknya, apabila Allah melarang sesuatu maka itu berarti Allah tidak cinta
dan tidak ridha kepadanya. Dengan demikian ibadah itu luas cakupannya. Di
antara bentuk ibadah adalah do’a, berkurban, bersedekah, meminta pertolongan
atau perlindungan, dan lain sebagainya. Dari pengertian ini maka isti’anah atau
meminta pertolongan juga termasuk cakupan dari istilah ibadah. Lalu apakah
alasan atau hikmah di balik penyebutan kata isti’anah sesudah disebutkannya kata
ibadah di dalam ayat ini? Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahulah
berkata, “Didahulukannya ibadah sebelum isti’anah ini termasuk metode
penyebutan sesuatu yang lebih umum sebelum sesuatu yang lebih khusus. Dan juga
dalam rangka lebih mengutamakan hak Allah ta’ala di atas hak hamba-Nya….”
Beliau pun berkata, “Mewujudkan ibadah dan isti’anah kepada Allah dengan benar
itu merupakan sarana yang akan mengantarkan menuju kebahagiaan yang abadi. Dia
adalah sarana menuju keselamatan dari segala bentuk kejelekan. Sehingga tidak
ada jalan menuju keselamatan kecuali dengan perantara kedua hal ini. Dan ibadah
hanya dianggap benar apabila bersumber dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan ditujukan hanya untuk mengharapkan wajah Allah (ikhlas). Dengan dua
perkara inilah sesuatu bisa dinamakan ibadah. Sedangkan penyebutan kata
isti’anah setelah kata ibadah padahal isti’anah itu juga bagian dari ibadah
maka sebabnya adalah karena hamba begitu membutuhkan pertolongan dari Allah
ta’ala di dalam melaksanakan seluruh ibadahnya. Seandainya dia tidak
mendapatkan pertolongan dari Allah maka keinginannya untuk melakukan
perkara-perkara yang diperintahkan dan menjauhi hal-hal yang dilarang itu tentu
tidak akan bisa tercapai.” [19]
Makna Ayat Keenam اهْدِنَا
الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
Artinya: “Tunjukilah Kami jalan yang lurus.” Maknanya: “Tunjukilah,
bimbinglah dan berikanlah taufik kepada kami untuk meniti shirathal mustaqiim
yaitu jalan yang lurus.” Jalan lurus itu adalah jalan yang terang dan jelas
serta mengantarkan orang yang berjalan di atasnya untuk sampai kepada Allah dan
berhasil menggapai surga-Nya. Hakikat jalan lurus (shirathal mustaqiim) adalah
memahami kebenaran dan mengamalkannya. Oleh karena itu ya Allah, tunjukilah
kami menuju jalan tersebut dan ketika kami berjalan di atasnya. Yang dimaksud
dengan hidayah menuju jalan lurus yaitu hidayah supaya bisa memeluk erat-erat
agama Islam dan meninggalkan seluruh agama yang lainnya. Adapun hidayah di atas
jalan lurus ialah hidayah untuk bisa memahami dan mengamalkan rincian-rincian
ajaran Islam. Dengan begitu do’a ini merupakan salah satu do’a yang paling
lengkap dan merangkum berbagai macam kebaikan dan manfaat bagi diri seorang
hamba. Oleh sebab itulah setiap insan wajib memanjatkan do’a ini di dalam setiap
rakaat shalat yang dilakukannya. Tidak lain dan tidak bukan karena memang hamba
begitu membutuhkan do’a ini. [20]
Makna Ayat Ketujuh صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ
الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ
Artinya: “Yaitu jalannya orang-orang yang Engkau berikan nikmat atas
mereka. Bukan jalannya orang-orang yang dimurkai dan bukan pula jalan
orang-orang yang tersesat.” Siapakah orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah?
Di dalam ayat yang lain disebutkan bahwa mereka ini adalah para Nabi,
orang-orang yang shiddiq/jujur dan benar, para pejuang Islam yang mati syahid
dan orang-orang salih.[21] Termasuk di dalam cakupan ungkapan ‘orang yang
diberi nikmat’ ialah setiap orang yang diberi anugerah keimanan kepada Allah
ta’ala, mengenal-Nya dengan baik, mengetahui apa saja yang dicintai-Nya,
mengerti apa saja yang dimurkai-Nya, selain itu dia juga mendapatkan taufik
untuk melakukan hal-hal yang dicintai tersebut dan meninggalkan hal-hal yang
membuat Allah murka. Jalan inilah yang akan mengantarkan hamba menggapai
keridhaan Allah ta’ala. Inilah jalan Islam. Islam yang ditegakkan di atas
landasan iman, ilmu, amal dan disertai dengan menjauhi perbuatan-perbuatan
syirik dan kemaksiatan. Sehingga dengan ayat ini kita kembali tersadar bahwa
Islam yang kita peluk selama ini merupakan anugerah nikmat dari Allah ta’ala.
Dan untuk bisa menjalani Islam dengan baik maka kita pun sangat membutuhkan
sosok teladan yang bisa dijadikan panutan. [22] Kemudian Orang yang dimurkai
adalah orang yang sudah mengetahui kebenaran akan tetapi tidak mau
mengamalkannya. Contohnya adalah kaum Yahudi dan semacamnya. Sedangkan orang
yang tersesat adalah orang yang tidak mengamalkan kebenaran gara-gara kebodohan
dan kesesatan mereka. Contohnya adalah orang-orang Nasrani dan semacamnya.
Sehingga di dalam ayat ini tersimpan motivasi dan dorongan kepada kita supaya
menempuh jalan kaum yang shalih. Ayat ini juga memperingatkan kepada kita untuk
menjauhi jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang sesat dan menyimpang. [23]
8. Pelajaran Yang Dikandung
(Al Mustafad Min Al Ayat)
Dalam surat al-Fatihah ini terdapat pelajaran yang
sangat agung yaitu uraian tentang: a) Tauhid, yang
dikandung oleh ayat-ayatnya yang kedua dan ketiga: Alhamdulillahi Rabbil ‘aalamin.
Arrahmaanirrahim.
b) Kepastian hari kiamat, yang dikandung oleh
ayatnya yang keempat: Maliki Yaumiddin.
c) Ibadah yang seharusnya hanya tertuju
kepada Allah dikandung oleh ayat: Iyyaka Na’budu.
d) Pengakuan tentang kelemahan manusia dan
keharusan meminta pertolongan hanya kepada-Nya dalam ayat : Wa Iyaka Nasta’iin,
dan Ihdinashiraathal mustaqiim.
e) Keanekaragaman manusia dalam menghadapi
perintah Ilahi : Ada yang menerima, ada yang menolak setelah mengetahui, dan
ada juga yang sesat jalan, yaitu yang dikandung dalam ayat terakhir surat
Al-Fatihah. Kelima hal pokok di atas, tauhid, kepastian hari kiamat, dan
keikhlasan beribadah adalah dasar-dasar pokok ajaran al-Qur’an. Sedang uraian yang
terdapat dalam surah-surah lain tentang alam, manusia, dan sejarah merupakan
cara-cara yang ditempuh oleh Al-Qur’an untuk mengantar manusia meraih,
menghayati, mengamalkan persoalan-persoalan pokok itu. 9. Latho’if Al
Ayat
1. Allah memulai firmanNya dengan basmalah,
ini memberikan isyarat kepada kita bahwa ketika membaca al qur’an hendaknya
dimulai dengan basmalah, begitu pula dalam seluruh aktifitas dan perbuatan
kita. Karena dengannya kita meraih pahala dan keberkahan.[24]
2. Dalam kata “al-hamdu” dengan menggunakan
alif lam ( li al istigrok al jins ) mengandung makna yang dalam bahwa tidak ada
yang berhak mendapatkan pujian dan sanjungan yang hakiki melainkan Allah
Ta’ala. Dan juga mengisyaratkan bahwa pujian itu selalu melekat bagi
Allah selamanya.[25]
3. Dalam ayat الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ terkumpul dua nama yang masing masing
mempunyai makna, makna ar rahman menunjukan atas sifat yang senantiasa
melekat pada Allah. Sedang makna ar rahiim menunjukan keterkaitan Allah dengan
obyek/ al marhuum, yaitu Allah menyayangi hambaNya dengan rahmatNya.
4. Dalam ayat إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ objek kalimat yaitu
Iyyaaka diletakkan di depan. Padahal asalnya dalam kaidah nahwu adalah
na’buduka yang artinya Kami menyembah-Mu. Dengan mendahulukan objek kalimat
yang seharusnya di belakang menunjukkan adanya pembatasan dan pengkhususan.
Artinya ibadah hanya boleh ditujukan kepada Allah. Tidak boleh menujukan ibadah
kepada selain-Nya. Sehingga makna dari ayat ini adalah, ‘Kami menyembah-Mu dan
kami tidak menyembah selain-Mu. Kami meminta tolong kepada-Mu dan kami tidak
meminta tolong kepada selain-Mu.[26]
Daftar pustaka
Aisiiru at tafasir li kalam al-aliyi al-kabir oleh jabir bin musa bin
abdil qodir bin abi bakar al-jazairi, (MAKTABAH SYAMILAH)
Asbaabu An-nuzuul, oleh syaikh abi hasan ali bin ahmad al-awahidi
an-naisaburi, al maktabah at taufiqiyah; 2003
Rowa’I Al Bayaan Tafsir Ayatul Ahkam oleh Muhammad Ali Ash shobuni
Syarhu Ma’aani Suratil Fatihah, Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alus Syaikh
hafizhahulla.(MAKTABAH SYAMILAH)
Tafsir al-Qur’an al-’Azhim oleh Ibnu Katsir cet. Dar Thaibah
Taisir Lathifil Mannaan Fi khulasoti tafsir al qur’an oleh Muhammad bin
nashir as sa’di. (MAKTABAH SYAMILAH)
______________________________________
[1] Asbaabu An-nuzuul, oleh syaikh abi hasan ali bin ahmad al-awahidi
an-naisaburi, al maktabah at taufiqiyah; 2003
[2] Sanadnya Dho’if (karena ada yang terputus)
[3] Sanadnya Dho’if jidda
[4] lihat Tafsir al-Qur’an al-’Azhim [1/101] cet. Dar Thaibah dan Tafsir
al-Qurthubi [1/177]
[5] HR. Bukhari dalam Kitab Fadha’il al-Qur’an [5006]
[6] HR an-Nasa'i dalam as-Sunan al-Kubra, dalam Kitabu
Fadhaa'ilil Qur'an, No. 8011, Ibnu Hibban dalam Shahihnya, dalam Kitabur
Raqaaq, No. 774, al-Hakim dalam al-Mustadrak, dalam Kitabu
Fadhaa'ilil Qur'an dan al-Baihaqi dalam as-Sunanush Shaghiir.
[7] (HR. Bukhari dalam Kitab al-Adzan [756] dan Muslim dalam Kitab
ash-Sholah [394]). Dalam riwayat Muslim juga diriwayatkan dengan lafal, “Tidak
sah sholat orang yang tidak membaca Ummul Qur’an.”
[8] (HR. Bukhari dalam Kitab Fadha’il al-Qur’an [5007] dan Muslim dalam
Kitab as-Salam [2201])
[9] HR. Bukhari dalam Kitab Tafsir al-Qur’an [4704]) (lihat juga Tafsir
al-Imam asy-Syafi’i [1/188-189,192] cet. Dar at-Tadmuriyah, Tafsir al-Qur’an
al-’Azhim [4/382] cet. al-Maktabah at-Taufiqiyah)
[10] Penamaan ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan at-Tirmidzi -dan
dia menshahihkannya- dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda,
"Alhamdulillah adalah Ummul Qur'an, Ummul Kitab, dan as-Sab'ul
Matsaani."
[11] lihat Tafsir al-Qur’an al-’Azhim [1/101] cet. Dar Thaibah
[12] Lihat Tafsir Rowa’I Al Bayaan Tafsir Ayatul Ahkam oleh
Muhammad Ali Ash shobuni
[13] Syarhu Ma’aani Suratil Fatihah, Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alus
Syaikh hafizhahullah.
[14] lihat Taisir Lathifil Mannaan, hal. 19.
[15] Lihat Tafsir Rowa’I Al Bayaan Tafsir Ayatul Ahkam oleh Muhammad Ali
Ash shobuni
[16] lihat Taisir Lathiifil Mannaan, hal. 20.
[17] lihat Taisir Karimir Rahman, hal. 39.
[18] Lihat Rowa’I Al Bayaan Tafsir Ayatul Ahkam oleh Muhammad Ali Ash
shobuni
[19] Taisir Karimir Rahman, hal. 39.
[20] lihat Taisir Karimir Rahman, hal. 39.
[21] Lihat Al qur’an surat An Nissa’ ayat; 69
[22] lihat Aisarut Tafaasir, hal. 12.
[23] lihat Aisarut Tafaasir, hal. 13 dan Taisir Karimir Rahman hal. 39.
[24] Rasulullah bersabda كُلُّ كَلَامٍ أَوْ
أَمْرٍ ذِي بَالٍ لَا يُفْتَحُ بِذِكْرِ اللهِ فَهُوَ أَبْتَرُ - أَوْ قَالَ :
أَقْطَعُ
“Setiap hal
yang memiliki nilai, tetapi tidak diawali dengan basmalah maka akan terputus berkahnya”
[25] Lihat Rowa’I Al Bayaan Tafsir Ayatul Ahkam oleh Muhammad Ali Ash
shobuni
[26] Lihat Rowa’I Al Bayaan Tafsir Ayatul Ahkam oleh Muhammad Ali Ash
shobuni
[ Semoga Bermanfaat ]
[ Don't forget for like & subscribe ]
[ Don't forget for share ]
[ بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَةً ]
[ Semoga Bermanfaat ]
[ Don't forget for like & subscribe ]
[ Don't forget for share ]
[ بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَةً ]
Komentar
Posting Komentar